Oleh: Siti Rosida, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Digitalisasi mendorong kemudahan masyarakat dalam berbagai hal. Melalui digitalisasi, musik dapat didengar dan dinikmati dari berbagai media digital. Platform streaming digital hingga media sosial telah menyediakan fitur untuk mendengarkan musik, serta menggunakan musik sebagai penunjang konten di media sosial. Salah satu platform streaming digital yang kerap digunakan oleh pendengar musik adalah Spotify.

Spotify merupakan platform tempat musisi dapat mendistribusikan musik atau lagunya dan dapat didengarkan oleh pengguna Spotify. Musik dari berbagai musisi di dunia dapat didengarkan langsung melalui Spotify. Pengguna Spotify memiliki pilihan mekanisme untuk menggunakan Spotify, yaitu penggunaan secara gratis atau berbayar (Premium).

Melalui membayarkan paket yang ditawarkan oleh Spotify, maka pengguna Spotify bebas mendengarkan musik tanpa melewati iklan. Dengan demikian, Spotify mendapatkan penghasilan melalui iklan dan pembayaran Spotify berbayar (Premium). Kemudian, bagaimana musisi dapat memasukkan musiknya ke dalam Spotify?

Dilansir dari situs web Spotify, musisi dapat menyertakan musik ke dalam Spotify melalui aggregator atau distributor musik yang telah bekerja sama dengan Spotify. Musisi memilih distributor musik untuk mengelola musiknya berdasarkan perjanjian lisensi musik. Selanjutnya distributor musik akan memberikan musik milik musisi untuk disertakan pada Spotify dan pengguna Spotify dapat mendengarkan musik tersebut.

Musik yang diputar di Spotify akan menghasilkan royalti buat musisi. Sepanjang tahun 2021, Spotify telah membayarkan royalti kepada musisi di Spotify sekitar lebih dari Rp100 triliun. Dari jumlah tersebut, terdapat lebih dari 1.040 musisi yang mendapatkan royalti sebesar lebih dari Rp14,3 miliar, kemudian terdapat sekitar 450 musisi yang mendapatkan royalti sebesar Rp28,6 miliar, dan 130 musisi yang mendapatkan royalti sebesar  Rp71,7 miliar (www.kompas.com).

Besaran royalti musik pada Spotify didapatkan berdasarkan banyaknya musik tersebut diputar (streaming). Untuk sekali streaming musisi akan mendapatkan 0,006-0,0084 dolar Amerika Serikat. Keseluruhan hasil royalti tersebut akan dikumpulkan Spotify setiap satu bulannya dan disalurkan kepada distributor musik untuk kemudian diberikan kepada musisi. Musisi akan mendapatkan royalti dari distributor dengan besaran yang didasarkan perjanjian lisensi musik sebelumnya. Distributor musik akan mengambil sebagian dari keseluruhan hasil royalti berdasarkan kesepakatan dengan musisi.

Subjek hukum hak cipta berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) adalah pemegang hak cipta, yaitu pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah. Musisi merupakan subjek dari pemegang hak cipta karena memiliki hasil karya ciptaan berupa musik atau lagu.

Musik berdasarkan Pasal 40 ayat (1) huruf d UU Hak Cipta merupakan ciptaan sebagai hasil karya yang dilindungi oleh hak cipta, lebih lanjut hak cipta berdasarkan Pasal 4 UU Hak Cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Hak ekonomi merupakan hak pemegang hak cipta untuk menerbitkan, menggandakan, menerjemahkan, mendistribusikan, mengumumkan, mempertunjukkan hingga penyewaan ciptaan.

Proses penyertaan lagu musisi ke Spotify melalui distributor musik termasuk pelaksanaan hak ekonomi. Hasil atas hak ekonomi tersebut diimplementasikan melalui imbalan atas penggunaan hak cipta yang disebut sebagai royalti. Dengan demikian, proses digitalisasi juga bermanfaat dalam peningkatan penghasilan seseorang.

 

Royalti untuk Musisi

Royalti merupakan salah satu bentuk penghasilan, berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf h UU Pajak Penghasilan (PPh) yang diubah menjadi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan,  diatur bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk royalti atau imbalan atas penggunaan hak cipta.

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPh yang diubah menjadi UU HPP, royalti didefinisikan sebagai suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas banyak hal.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, musisi dalam negeri yang mendapatkan imbalan atas penggunaan hak dari distributor musik dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15 persen dari jumlah bruto. Atas pemotongan tersebut pihak distributor musik berkewajiban untuk membuat bukti potong PPh Pasal 23 dan diserahkan ke musisi, kemudian melakukan pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 23.

 

Pelanggan Spotify

Selanjutnya, bagaimana perlakuan perpajakan bagi pelanggan Spotify? Apakah dikenakan pajak?

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 yang telah diubah dengan PMK Nomor 60/PMK.03/2022 mengatur bahwa para pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (“PMSE”), yang terdiri dari pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, PPMSE luar negeri, dan PPMSE dalam negeri, ditunjuk untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan pajak pertambahan nilai (PPN) atas pemanfaatan barang kena pajak (BKP) tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak (JKP) dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE. PPN PMSE berlaku mulai tanggal 1 Juli 2020.

Pada gelombang pertama, Direktur Jenderal Pajak telah menunjuk enam perusahaan global yang memenuhi kriteria sebagai pemungut pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa digital yang dijual kepada pelanggan di Indonesia. Pelaku usaha yang telah menerima surat keterangan terdaftar dan nomor identitas perpajakan sebagai pemungut PPN pada gelombang pertama ini di antaranya adalah Spotify AB.

Dengan penunjukan tersebut, maka produk dan layanan digital yang dijual akan dipungut PPN mulai 1 Agustus 2020. Jumlah PPN yang harus dibayar pembeli adalah 10% dari harga sebelum pajak, dan harus dicantumkan pada resi atau kwitansi yang diterbitkan penjual sebagai bukti pungut PPN.

Berdasarkan UU PPN yang diubah menjadi UU HPP, terdapat kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% yang berlaku mulai 1 April 2022, sehingga dalam hal ini Spotify sebagai pihak pemungut, berkewajiban untuk memungut PPN sebesar 11% kemudian melakukan penyetoran PPN yang telah dipungutnya pada setiap masa pajak ke kas negara paling lama akhir bulan berikutnya dan melaporkan PPN yang telah dipungut dan disetor secara triwulanan untuk periode tiga masa pajak. Pelaporan ini dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah periode triwulan berakhir melalui aplikasi atau sistem yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak.

Pemungutan PPN dilakukan bersamaan saat konsumen melakukan pembayaran atas pembeliannya. Atas transaksi itu, konsumen akan menerima resi atau kuitansi yang di dalamnya tercantum PPN yang telah dipungut sebagai bukti pemungutan.

Penunjukan Penyelenggara PMSE sebagai Pemungut PPN merupakan langkah yang tepat sehingga pemerintah dapat memungut pajak dari transaksi-transaksi barang atau jasa digital yang selama ini luput dari pengawasan dan implementasi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sampai dengan 31 Agustus 2022, pemerintah menerima PPN atas PMSE sebesar Rp8,2 triliun. Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,9 triliun setoran tahun 2021, dan Rp3,5 triliun setoran tahun 2022. Selain itu, pemerintah telah menunjuk 127 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut PPN dengan 106 di antaranya telah melakukan pemungutan (www.pajak.go.id).

Sebagai pelanggan Spotify, musisi yang menyertakan lagu pada Spotify, dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya telah memberikan kontribusi dalam meningkatkan penerimaan negara di bidang perpajakan.