Oleh: Samsul Arifin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Wajib pajak kerap tidak menduga dirinya diperiksa oleh kantor pajak. Yang paling banyak dipertanyakan, “Kenapa saya diperiksa?” Ada dua alasan pemeriksaan pajak dilakukan, yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Menguji Kepatuhan

Sistem self-assessment perpajakan di Indonesia mempercayakan kepada wajib pajak untuk menghitung dan membayar kewajiban perpajakannya secara mandiri tanpa terlebih dahulu melalui verifikasi dan persetujuan oleh kantor pajak. Baru kemudian wajib pajak melaporkan penghitungan dan pembayarannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT).

Penghitungan dan pembayaran wajib pajak haruslah sesuai dan berpedoman pada ketentuan perpajakan yang berlaku. Sebagai konsekuensi dari sistem self-assessment tersebut, pemerintah dalam hal ini kantor pajak, berhak melakukan pengujian ataupun pemeriksaan terhadap penghitungan yang dilakukan oleh wajib pajak. Inilah alasan mendasar mengapa wajib pajak diperiksa oleh kantor pajak.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK Nomor 14/PKM.03/2015, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan antara lain karena wajib pajak mengajukan pengembalian pembayaran pajak, terdapat data konkret, wajib pajak menyampaikan SPT Lebih Bayar atau SPT yang menyatakan rugi, atau wajib pajak telah diberikan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

Pemeriksaan juga dapat dilakukan dalam hal wajib pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran atau meninggalkan Indonesia selamanya, melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap.

Kriteria selanjutnya pemeriksaan dilakukan terhadap wajib pajak yang menyampaikan SPT, atau wajib pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT melampaui jangka waktu dalam surat teguran, yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis resiko.

“Pengujian kepatuhan Wajib Pajak menggunakan analisis risiko berdasarkan data pihak ketiga yang diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Compliance Risk Management  (CRM),” tutur Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Masyarakat DJP Dwi Astuti melalui siaran pers 20 September 2023.

CRM merupakan suatu proses pengelolaan risiko kepatuhan wajib pajak yang dilakukan secara terstruktur, terukur, objektif dan berulang dalam rangka mendukung pengambilan keputusan terbaik DJP. Proses CRM meliputi tahapan kegiatan persiapan, penetapan konteks, analisis risiko, strategi mitigasi risiko dengan menentukan pilihan perlakuan (treatment), serta monitoring dan evaluasi atas risiko kepatuhan.

DJP telah membentuk Komite Kepatuhan. Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjelaskan, Komite Kepatuhan bertugas menganalisis dan menyusun daftar WP yang akan diprioritaskan untuk dilakukan penyuluhan, pengawasan, pemeriksaan, hingga penegakan hukum sesuai tingkat kepatuhan wajib pajak.

Tujuan Lain

Pemeriksaan juga dilakukan untuk tujuan lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan dilakukan untuk tujuan pemberian NPWP secara jabatan, penghapusan NPWP, pengukuhan atau pencabutan Pengusaha Kena Pajak selain yang dilakukan berdasarkan verifikasi.

Pemeriksaan ini juga dilakukan karena wajib pajak mengajukan keberatan, pemberian fasilitas perpajakan untuk wajib pajak berlokasi di daerah tertentu  atau saat produksi dimulai atau kompensasi kerugian, pencocokan data dan/atau keterangan, penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN atau karena memenuhi permintaan informasi dari negara mitra perjanjian penghindaran pajak berganda.

Kesimpulan

Pemeriksaan adalah sesuatu yang wajar karena WP melakukan penghitungan dan pembayaran pajak secara mandiri. Sebagai konsekuiensi maka kantor pajak akan menguji penghitungan yang dilakukan oleh WP, selain karena pemeriksaan bisa dilakukan untuk tujuan lain. Pemilihan WP yang diperiksa dilakukan oleh Komite Kepatuhan melalui Compliance Risk Management  sehingga pengambilan keputusan dilakukan secara terstruktur, terukur, dan objektif.