Oleh: Muhammad Rifqi Saifudin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah melakukan banyak digitalisasi administrasi perpajakan, salah satunya melalui pelaporan SPT Tahunan di pajak.go.id. Wajib pajak cukup mengisi data perpajakan melalui peramban, paperless. Namun, produk hukum yang dikeluarkan DJP masih banyak yang berbentuk kertas, salah satunya surat paksa. Kenapa tidak dikirim melalui surel saja?

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 tahun 2023 mengatur bahwa surat paksa diberitahukan dengan cara membacakan kepada penanggung pajak. Penanggung pajak didefinisikan sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap pembayaran pajak, jadi bisa wajib pajak atau pihak lain. Apabila penanggung pajak tidak diketahui tempat kedudukannya, surat paksa dapat ditempelkan pada papan pengumuman, diumumkan lewat media massa, situs resmi DJP atau situs lain. Tidak ada pilihan untuk menyampaikan melalui surel, padahal tiap wajib pajak memiliki surel, terutama yang sudah melaporkan SPT Tahunan.

Digitalisasi Penagihan

Surat paksa adalah salah satu produk hukum dari tindakan penagihan. Wajib pajak yang memiliki tunggakan awalnya akan diterbitkan surat teguran, apabila tidak ada pembayaran maka dilanjutkan dengan surat paksa. Surat teguran dapat disampaikan via pos namun tidak berlaku untuk surat paksa.

Digitalisasi pada SPT Tahunan dapat pula diterapkan pada proses penagihan. Saat ini DJP sudah memanfaatkan surel untuk memberikan imbauan dan informasi perpajakan terbaru kepada wajib pajak. DJP dapat memanfaatkan surel untuk menyampaikan produk hukum penagihan seperti surat teguran dan surat paksa. Namun, apakah ini aman?

Saat ini DJP sedang melakukan proyek rancang ulang proses bisnis melalui Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP). Sistem baru diharapkan memudahkan wajib pajak dalam melakukan administrasi perpajakan, termasuk penagihan pajak.

Digitalisasi penagihan dapat dilakukan dengan menyediakan arsip produk hukum penagihan wajib pajak. Pemberitahuan penerbitannya dapat disampaikan melalui surel sehingga bukan produk hukum yang dilampirkan pada surel wajib pajak, melainkan hanya notifikasi. Wajib pajak dapat melihat surat teguran atau surat paksa melalui akun mereka.

Ini mengantisipasi produk hukum yang gagal tersampaikan kepada wajib pajak karena berbagai faktor. Wajib pajak juga diberikan kepastian mengenai dokumen penagihan mereka yang bisa diakses kapan saja secara digital.

Mencontoh e-Tax Court

Hadirnya pengadilan pajak elektronik atau e-tax court membuat para pihak yang bersengketa tidak perlu lagi mengikuti sidang pengucapan di Pengadilan Pajak. Peraturan MA (Perma) Nomor 1 tahun 2019 mengatur bahwa pengucapan putusan/penetapan secara hukum telah dilaksanakan dengan menyampaikan secara elektronik kepada para pihak.

Penyampaian surat paksa dapat pula memakai konsep seperti ini. Pembuat kebijakan dapat merumuskan aturan serupa yang mengatur bahwa penyampaian secara elektronik dapat diakui secara hukum. Aturan ini dapat menjadi tonggak untuk digitalisasi produk hukum di DJP. Selain surat teguran dan surat paksa, surat cinta alias Surat Permintaan Penjelasan atas data dan/atau Keterangan (SP2DK) dapat pula nantinya disampaikan secara elektronik dengan aturan ini. Makin banyak produk hukum yang dapat disampaikan secara elektronik artinya mendukung pula komitmen DJP melestarikan lingkungan selain dengan menyusun kebijakan mengenai pajak karbon.

Menghemat Anggaran

Efisiensi atau ekonomis adalah salah satu dari empat asas perpajakan yang dikemukakan Adam Smith. Digitalisasi penagihan di bidang penyampaian produk hukum merupakan implementasi asas ini. Biaya transportasi juru sita untuk menyampaikan surat paksa ke tempat tinggal penanggung pajak dapat dikurangi. Waktu yang dipakai juru sita untuk berkeliling dapat dialihkan dengan menganalisis penentuan tindakan penagihan yang paling efektif.

Lalu, bagaimana apabila wajib pajak tidak membuka surel atau hanya membuka akunnya setahun sekali saat pelaporan SPT Tahunan? Inilah salah satu analisis yang dapat dilakukan juru sita untuk mengisi waktu yang selama ini dipakai untuk menyampaikan surat paksa secara langsung.

Juru sita dapat memetakan wajib pajak yang memiliki tunggakan besar lalu melakukan tindakan persuasif untuk melakukan penagihan. Juru sita dapat menghubungi wajib pajak untuk meminta konfirmasi terkait surat paksa yang disampaikan apakah sudah diterima dan dipahami atau belum. Tentunya ini hanya dilakukan untuk wajib pajak dengan kondisi tertentu, tidak harus semuanya, pun tidak harus dilakukan secara langsung.

Digitalisasi hadir untuk memudahkan kehidupan manusia. DJP berkomitmen memberikan pelayanan prima yang mudah bagi wajib pajak dengan digitalisasi pada layanan administrasi perpajakan salah satunya dengan PSIAP. Semoga ke depannya produk hukum lain termasuk di bidang penagihan seperti surat teguran dan surat paksa dapat disediakan secara digital.

Seiring perkembangan zaman, bukan tidak mungkin surat paksa nantinya dikirim melalui surel, walaupun perlu untuk mengubah terlebih dahulu Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Juru sita tidak perlu menyampaikan secara langsung dan tidak ada kekagetan wajib pajak apalagi sampai mengira petugas pajak sebagai debt collector.