Sehubungan dengan terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja, definisi Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pedagang Eceran pun mengalami perubahan. Berdasarkan pasal 79 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, PKP Pedagang Eceran adalah PKP yang seluruh atau sebagian kegiatan usahanya melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/atau penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir, termasuk yang dilakukan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Ini menandakan bahwa suatu penyerahan dikatakan sebagai penyerahan yang dilakukan sebagai eceran apabila pembeli dalam transaksi tersebut memenuhi karakteristik konsumen akhir yaitu pembeli mengonsumsi secara langsung barang/jasa yang dibeli/diterima dan pembeli tidak memanfaatkan barang/jasa yang dibeli/diterima untuk kegiatan usaha.

Konsekuensi dari penyerahan barang/jasa kena pajak yang dilakukan secara eceran adalah terkait dengan pembuatan Faktur Pajak atas penyerahan tersebut. Berikut ini adalah penjelasan lengkap mengenai Faktur Pajak Eceran berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini.

A. Definisi Faktur Pajak Eceran

Faktur Pajak yang dibuat untuk penyerahan secara eceran dapat dibuat tanpa mencantumkan:

  1. keterangan mengenai identitas Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP; dan
  2. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Faktur Pajak Eceran wajib diisi secara benar, lengkap, dan jelas. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi, PKP Pedagang Eceran yang membuat Faktur Pajak Eceran tersebut dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 1% dari Dasar Pengenaan Pajak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

B. Informasi Minimal dalam Faktur Pajak Eceran

Faktur Pajak Eceran paling sedikit memuat informasi tentang:

  1. nama, alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP;
  2. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
  3. PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut; dan
  4. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.

C. Konsekuensi Pengkreditan PPN dalam Faktur Pajak Eceran

PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak Eceran merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

D. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Eceran

Kode dan nomor seri Faktur Pajak Eceran dapat ditentukan sendiri sesuai dengan kelaziman usaha PKP Pedagang Eceran. Jadi PKP Pedagang Eceran diberikan keleluasaan untuk menentukan sendiri kode dan nomor seri yang akan digunakan untuk Faktur Pajak Eceran.

E. Bentuk Faktur Pajak Eceran

Faktur Pajak Eceran dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis dan juga dapat berbentuk elektronik. Untuk bentuk dan ukurannya, silakan disesuaikan dengan kepentingan PKP Pedagang Eceran.

F. Pengecualian Faktur Pajak Eceran

Faktur Pajak Eceran tidak dapat digunakan untuk penyerahan BKP tertentu dan JKP tertentu. Berikut ini merupakan daftar BKP tertentu dan JKP tertentu yang tidak boleh menggunakan Faktur Pajak Eceran.

  1. BKP tertentu yang tidak boleh menggunakan Faktur Pajak Eceran meliputi:
  • angkutan darat berupa kendaraan bermotor;
  • angkutan air berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, kapal feri, dan/atau yacht;
  • angkutan udara berupa pesawat terbang, helikopter, dan/atau balon udara;
  • tanah dan/atau bangunan; dan
  • senjata api dan/atau peluru senjata api.
  1. JKP tertentu yang tidak boleh menggunakan Faktur Pajak Eceran meliputi:
  • jasa penyewaan angkutan darat berupa kendaraan bermotor;
  • jasa penyewaan angkutan air berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, kapal feri, dan/atau yacht;
  • jasa penyewaan angkutan udara berupa pesawat terbang, helikopter, dan/atau balon udara; dan
  • jasa penyewaan tanah dan/atau bangunan.