Oleh: Banon Keke Irnowo, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Dengan begitu beragam, unik, dan kompleksnya sektor usaha di Indonesia, terkadang timbul kesukaran pada golongan wajib pajak tertentu dalam menghitung pajak terutangnya. Hal ini kerap dipicu oleh bawaan karakteristik penghitungan nilai pembentuk laba sektor itu yang berbeda dengan sektor usaha pada umumnya.

Namun begitu, Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) hadir memitigasi hal itu. Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan wajib pajak tertentu, teknik lain bernama Norma Penghitungan Khusus diperkenalkan.

Dalam Penjelasan Pasal 15 disebutkan bahwa pertimbangan kepraktisan dan kesesuaian dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha itu melatarbelakangi Norma Penghitungan Khusus. Masih dalam beleid yang sama, secara eksplisit ketentuan ini mengurutkan bidang usaha mana saja yang masuk konteks. Bidang usaha itu antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, dan perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah.

Ada yang menarik kemudian. Ternyata ada satu bidang tambahan yang tergolong ke dalam Pasal 15 ini namun tidak tersebut dalam Penjelasan UU PPh Pasal 15, yaitu Jasa Maklon Internasional di bidang Produksi Mainan Anak-Anak yang masuk menyusul dan berlaku implementasinya hingga sekarang.

Secara beschikking (keputusan), dasar hukumnya termaktub dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 543/KMK.03/2002 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto dan Cara Pembayaran Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha Jasa Maklon (Contract Manufacturing) Internasional Di Bidang Produksi Mainan Anak-Anak. Dalam klausul menimbangnya disebutkan bahwa kegiatan usaha jasa maklon berskala internasional ini memiliki karakteristik khusus yang masuk kategori Pasal 15 UU PPh juga.

Subjek pajak yang masuk dalam definisi beleid ini adalah Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang melakukan jasa pembuatan atau perakitan barang berupa produk mainan anak-anak, dengan bahan-bahan, spesifikasi, petunjuk teknis dan penentuan imbalan jasa dari pihak pemesan yang berkedudukan di luar negeri, dan mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak. Perlu digarisbawahi di sana bahwa syarat subjektifnya terdapat dua unsur, yaitu pertama lawan transaksinya berkedudukan di luar negeri dan kedua lawan transaksinya adalah afiliasi. Dapat disimpulkan, bahwa transaksi ini rentan pembuktian prinsip kewajaran dan kelaziman usaha transfer pricing.

Bicara mengenai mekanisme Norma Penghitungan Khusus dalam industri ini memang berbeda daripada biasanya. Norma Penghitungan Khususnya menghitung penghasilan neto dengan tarif tertentu yang telah ditetapkan pemerintah. Dalam kasus ini, Norma Penghitungan Khusus digunakan untuk menghitung penghasilan neto berupa imbalan jasa maklon internasional yang diterima/diperoleh wajib pajak dan ditetapkan sebesar 7%. Tarif ini dihitung dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials).

Hal ini cukup menarik karena dasar pengenaan pajaknya disebutkan adalah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials), bukan dari peredaran usaha atau harga penggantian yang disepakati market force prinsip ekonomi. Hal ini menunjukkan kekhususan normanya. Pengertian biaya pembuatan atau perakitan barang mencakup seluruh pengeluaran yang merupakan biaya pabrikasi langsung (selain bahan baku milik prinsipal) dan tidak langsung serta biaya umum dan administrasi sesuai dengan pembukuan komersial Wajib Pajak.

Rasanya juga, hal ini mengingatkan kita kepada Local Added Value yang biasanya hanya terdiri dari biaya tenaga kerja dan overhead sebagai cost driver. Hal ini mungkin dipicu oleh karakteristik jasa maklon yang kendali fungsi penyediaan bahan baku biasanya dipegang penuh oleh pemesan/prinsipal melalui konsinyasi bahan baku sebagai toll manufacturing. Kalau pun ada di tangan wajib pajak, kriteria dan kualitas mutu bahan bakunya tetap diawasi oleh pemesan.

Setelah mendapatkan penghasilan neto berupa imbalan jasa maklon internasional ini, baru kemudian dikalikan tarif pajak PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh untuk menghitung pajak terutangnya. Tentunya, untuk tahun 2022 tarifnya sebesar 22%. Apabila diringkas, tarif efektif yang berlaku menjadi 1,54%, yaitu hasil dari perkalian 7% tarif norma dengan 22% tarif pajak terutang. Tarif tersebut tidak berlaku apabila para pihak mengadakan Perjanjian Penentuan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement).

Atas penghasilan neto berupa imbalan jasa maklon internasional ini dikenakan PPh bersifat final. Sama dengan semua bidang usaha lainnya yang tergolong Pasal 15 sebenarnya. Simplifikasi jelas menjadi tujuannya. Dengan demikian pembayaran pajak akan dilakukan wajib pajak sendiri setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan kode Akun Pajak 411128 kode jenis 424 khusus untuk jasa maklon mainan anak. Sementara pelaporan pajak setiap bulan harus dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya cukup dengan menggunakan SSP Lampiran ke-3 tanpa SPT Masa PPh Pasal 15.

Dengan pemberlakuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2021 terkait SPT Masa Unifikasi, objek pajak sektor ini terdampak juga. Pemenuhan kewajiban perpajakannya saat ini menggunakan SPT Unifikasi. Dalam formulir Daftar Rincian Pajak Penghasilan yang Disetor sendiri, jasa ini masuk sebagai Kode Objek Pajak 28-499-01 yaitu Penghasilan Wajib Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Wajib Pajak Jasa Maklon (Contract Manufacturing) Internasional di Bidang Produksi Mainan Anak-Anak.

Tak lekang oleh waktu, sudah hampir 20 tahun sejak implementasi Norma Penghitungan Khusus industri ini mulai berlaku pada 1 Januari 2003. Seiring dengan semakin ketatnya persaingan usaha di era keunggulan kompetitif ini, pengusaha akan berusaha mengurangi risiko-risiko yang ditanggung usahanya. Model bisnis maklon banyak menjadi pilihan. Di samping risiko yang ditanggung semakin kecil, model bisnis ini cenderung ramah bagi pemodal kecil di mana sesuai dengan karakter modal di Indonesia.

Mengingat hal itu, perlu kiranya dikaji mengenai perluasan bidang usaha maklon lain yang dapat diberlakukan tidak tebatas bidang produksi mainan anak saja. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kesamaan level playing field, simplifikasi, dan meringankan beban pemungutan pajak. Harapannya akan bermuara pada minimaliasi sengketa pajak, kepastian hukum dan keadilan bagi wajib pajak.