Oleh: Agus Saptomo, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Belum berapa lama, merebaknya Covid 19 di berbagai negara menimbulkan dampak yang dapat dirasakan seluruh masyarakat di seluruh dunia, tidak terkecuali dengan negara kita Indonesia.
Dampak yang langsung bisa dirasakan seluruh lapisan masyarakat adalah dampak di bidang ekonomi. Banyak perusahaan terpaksa menutup usahanya, pekerja kehilangan pekerjaan, yang pada ujungnya pasti membuat daya beli masyarakat menjadi rendah.
Berbagai usaha kemudian dilakukan Pemerintah agar ekonomi tidak makin jatuh terpuruk lebih dalam. Usaha Pemerintah, dimulai dengan membuka berbagai sektor usaha, terutama di sektor pariwisata yang diharapkan menyerap banyak tenaga kerja, namun pada awalnya sifatnya masih secara terbatas.
Setelah beberapa waktu lamanya berlangsung, disadari bahwa berbagai macam usaha tersebut, khususnya sektor pariwisata berdampak positif terhadap usaha lain di bidang usaha makanan, minuman dan perhotelan dan usaha lain sejenisnya.
Beberapa waktu yang lalu Pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax. Kenaikan harga BBM yang terjadi akan diikuti naiknya harga kebutuhan pokok, bahkan memengaruhi secara berganda harga-harga kebutuhan yang lain. Bahan bakar minyak menjadi salah satu unsur pembentuk harga suatu barang, di samping itu tentu saja ada unsur pajak pastinya.
Seperti kita ketahui, pemerintah telah mengatur beberapa barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang merupakan pembaruan Pasal 4A UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Sementara itu, Menteri Keuangan pada 30 Maret 2022 telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK. 03/2022 tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yang mulai berlaku 1 April 2022.
Tentu saja aturan ini disusun dengan beberapa pertimbangan yang melatar belakanginya. Pertama, terciptanya keadilan bagi seluruh wajib pajak, baik itu bagi penjual sebagai pemungut PPN maupun bagi pembeli sebagai pihak yang menanggung PPN tersebut. Kedua, tentu saja memberikan kepastian hukum sebagai sesuatu hal yang paling mutlak di dalam suatu ketentuan perpajakan yang berlaku di negara kita.
Ketiga, diharapkan adanya penyelarasan di antara objek PPN dan Pajak Daerah karena sejatinya makanan dan minuman, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa penyediaan tempat parkir, dan jasa boga atau katering yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah, tidak dikenai PPN.
Terdapat empat pokok pengaturan dalam PMK 70/PMK.03/2022 ini, yaitu Pertama, jenis barang yang bukan merupakan objek PPN meliputi makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, atau oleh pengusaha boga atau katering.
Sementara itu, jenis jasa yang bukan merupakan objek PPN meliputi jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir, pelayanan memarkirkan kendaraan, jasa boga, atau katering.
Kedua, dikenai PPN atas penyerahan makanan dan minuman yang disajikan oleh Pengusaha toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan/atau minuman, Pengusaha pabrik makanan dan/atau minuman, atau Pengusaha penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) pada bandar udara.
Ketiga, dikenai PPN atas jasa kesenian dan hiburan, yaitu kegiatan pelayanan penyediaan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk permainan golf, dan penyerahan jasa digital berupa penayangan (streaming) film atau audio visual lainnya melalui saluran internet atau jaringan elektronik.
Keempat, dikenai PPN atas jasa perhotelan, yaitu jasa penyewaan ruangan untuk selain kegiatan acara atau pertemuan di hotel, hostel, vila, pondok wisata, motel, losmen, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel, atau perkemahan mewah (penyewaan ruangan untuk ATM, kantor, perbankan, restoran, tempat hiburan, karaoke, apotek, toko retail, dan klinik), jasa penyewaan unit dan/atau ruangan, termasuk tambahannya serta fasilitas penunjang terkait lainnya, di apartemen, kondominium, dan sejenisnya didasarkan atas izin usahanya, jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh pengelola jasa perhotelan.
Bila dicermati lebih dalam, dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah telah berupaya agar PPN yang dipungut terbatas hanya dikenakan pada beberapa barang atau jasa saja, yang artinya dalam hal ini terdapat upaya pemerintah untuk melakukan penguatan objek PPN dan upaya menghindari pengenaan pajak secara berganda di antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pada akhirnya, masyarakat luas tidak perlu khawatir akan adanya PMK 70/PMK.03/2022 ini karena sebagian besar kebutuhan pokok sehari-hari yang dikonsumsi masyarakat tidak dikenakan PPN.
Leave A Comment