Saat ini perekonomian Indonesia tengah berjuang merangkak naik setelah sebelumnya berdarah-darah akibat belenggu pandemi Covid-19. Pelan namun pasti, pertumbuhan ekonomi Inonesia kian menunjukkan pergerakan yang positif. Gejolak aktivitas perekonomian di berbagai sektor, seperti sektor perdagangan, industri, dan perbankan berangsur membaik.

Di sisi lain, banyak perusahaan yang menjadi korban “survival challenge” sehingga terpaksa harus kolaps. Kebangkitan perekonomian memang secara holistik belum dirasakan oleh berbagai sektor.

Menghadapi situasi tersebut, pemerintah tidak tingggal diam. Berbagai macam varian “obat” telah pemerintah tawarkan melalui pemberian sejumlah insentif. Hal tersebut dilakukan agar perusahaan tidak goyah menghadapi goncangan pandemi ini. Salah satunya adalah dengan dirilisnya Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Ada beberapa manfaat yang disuguhkan dari pemberlakuan program ini.

Satu, Program Pengungkapan Sukarela memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk melaporkan aset mereka yang belum sempat dilaporkan dengan diberikan pengampunan. Artinya, wajib pajak tidak lagi dihantui dengan potensi penjatuhan sanksi administratif perpajakan.

Dua, keikutsertaan pada program ini akan membuat wajib pajak terbebas dari potensi tuntutan pidana. Bagaimana pun, UU HPP telah menegaskan bahwa seluruh informasi yang bersumber dari surat pengungkapan harta dan lampirannya tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana.

Tiga, terdapat penghematan pajak dari pembayaran PPh Final yang menjadi syarat keikutsertaan Program Pengungkapan Sukarela. Hal ini cukup oportunis apabila dibandingkan dengan pembayaran nominal ketetapan pajak akibat upaya pemeriksaan maupun penagihan pajak (Tax Enforcement).

Program Pengungkapan Sukarela termasuk bagian dari poin penting disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Tujuan diterbitkannya program ini adalah dalam rangka mendorong kepatuhan wajib pajak dengan memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan harta yang belum diungkapkan.

Lebih lanjut, Program Pengungkapan Sukarela berlaku selama 6 bulan, yakni dimulai sejak 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022. Skema program ini terbagi atas dua jenis, yaitu skema kebijakan pengungkapan atas harta dengan kategori harta yang belum dilaporkan pada tax amnesty dan non-tax amnesty.

Wajib pajak yang mengungkapkan hartanya wajib menyetor PPh Final dengan variasi tarif yang telah ditetapkan pada beleid ini. Variasi tarif yang berlaku pada skema kebijakan pengungkapan atas harta yang belum dilaporkan pada tax amnesty di antaranya 6%, 8%, dan 11%. Sementara itu, variasi tarif sebesar 12%, 14%, dan 18% berlaku untuk skema kebijakan yang kedua.

Meskipun tren pertumbuhan ekonomi mulai membaik, kebijakan Program Pengungkapan Sukarela dapat menjadi jawaban atas teka-teki belum stabilnya perekonomian yang terjadi hingga saat ini. Bak pepatah populer, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, partisipasi pada Program Pengungkapan Sukarela akan menghemat beban pajak sekaligus menopang kegiatan usaha wajib pajak agar tetap going concern di masa pandemi.